Pascapanen padi adalah serangkaian tahapan kegiatan yang meliputi pemungutan (pemanenan) malai, perontokan gabah, penampian, pengeringan, pengemasan, penyimpanan, dan pengolahan sampai siap dipasarkan atau dikonsumsi.
Proses pascapanen memiliki tujuan untuk mengurangi kehilangan hasil, menekan tingkat kerusakan hasil panen, meningkatkan daya simpan dan daya guna komoditas pertanian, meningkatkan nilai tambah dan pendapatan, meningkatkan devisa negara dan perluasan kesempatan kerja, melestarikan sumber daya alam dan lingkungan hidup
Proses pascapanen padi diawali dengan pemanenan padi yang penentuan pelaksanaanya didasarkan pada umur tanam dan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu varietas, iklim, dan tinggi tempat sehingga umur panen padi bervariasi dan perbedaannya berkisar 5-10 hari.
Ciri – ciri padi yang siap dipanen yaitu ketika 90-95% dari bulir padi sudah bernas atau sudah berubah warna dari kuning hingga kuning keemasan.
Umur panen adalah 30-35 hari setelah berbunga merata atau setelah 135-145 hari setelah tanam, dengan kadar air bulir padi pada musim panas berkisar 22-23% dan 24-26% di musim hujan.
Ketika tiba masa panen, petani akan menggunakan alat dan mesin pertanian yang di kategorikan menjadi konvensional dan modern. Alat dan mesin pemanen padi konvensional meliputi ani-ani dan sabit.
Sedangkan alat dan mesin pemanen padi modern meliputi reaper, reaper binder dan combine harvester.
Padi yang telah dipanen kemudian perlu dipisahkan antara gabah dan malainya dengan cara dirontokkan menggunakan beberapa metode yaitu diinjak/iles, pukul/gedig, banting/gebot, pedal thresher, dan mesin perontok.
Thresher sebagai salah satu alat perontok padi modern terdiri dari 2 tipe berdasarkan posisi pemotongan, apabila dipotong bawah menggunakan pedal thresher dan apabila dipotong tengah atau atas menggunakan power thresher.
Setelah didapatkan gabah dari proses perontokan, proses pascapanen selanjutnya adalah pembersihan padi/penampian dari kotoran.
Proses penampian dapat dilakukan sebelum atau sesudah proses pengeringan.
Apabila proses pascapanen dari padi menggunakan combine harvester maka proses penampian tidak perlu dilakukan karena produk dari mesin combine harvester sudah dalam kondisi bersih dari kotoran dan gabah hampa.
Jika panen padi tidak menggunakan combine harvester maka proses pembersihan padi perlu dilakukan untuk memperoleh gabah bersih.
Prinsip penampian adalah menggunakan hembusan angin baik secara alami maupun dengan aliran angin buatan (artificial wind).
Pengeringan diperlukan untuk mengurangi kadar air dari gabah, hal ini dikarenakan standar kadar air maksimum gabah untuk disimpan adalah 14%.
Air yang berada pada gabah sangat beresiko menyebabkan pertumbuhan mikroorganisme yang dapat merusak kualitas gabah. Terdapat dua cara pengerigan yaitu pengeringan alami (paparan sinar matahari langsung) dan pengeringan buatan (mekanis). Tipe pengering mekanis bermacam-macam bergantung terhadap kebutuhan, contoh batch dryer, recirculated dryer, dan continuous dryer.
Gabah yang bersih dan kering kemudian disimpan baik dalam keadaan curah (tanpa dikemas) atau di kemas.
Penyimpanan gabah dalam keadaan curah memerlukan sebuah bangunan khusus yang berfungsi sebagai penampung gabah dengan karakteristik dan rancangbangun yang telah diperhitungkan sesuai dengan kebutuhan penyimpanan, secara garis besar bangunan simpan curah dibedakan menjadi dua yaitu bunker dan silo.
Penyimpanan dengan pengemasan, gabah dapat dikemas dengan mengunakan pengemas berbahan goni atau plastik. Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam memilih kemasan yaitu kemasan harus dapat melindungi gabah dari efek pengangkutan dan penyimpanan, kemasan tidak boleh mengandung bahan kimia berbahaya yang dapat mencemari gabah dan tidak boleh membawa organisme penganggu (hama), kemasan harus berasal dari material yang kuat dan mampu menahan beban tumpukan, dan mampu mempertahankan keseragaman dari kualitas gabah
Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi adalah luas lahan, pupuk Urea, pupuk Phonska, pestisida, tenaga kerja, dan musim tanam.
Faktor-faktor yang mempengaruhi risiko produksi adalah luas lahan, benih, dan pestisida.
Setiap penambahan luas lahan maka akan menurunkan risiko produksi padi, sedangkan penambahan benih dan herbisida akan meningkatkan risiko produksi.
Penggunaan lahan dalam produksi padi sawah bertanda positif dan sangat signifikan dengan nilai sebesar 0,3936.
Hasil analisis fungsi risiko produksi padi sawah menunjukkan bahwa luas lahan berpengaruh signifikan dengan nilai -0,4877.
Penggunaan input benih bertanda negatif dan tidak berpengaruh signifikan terhadap produksi padi sawah.
Sedangkan fungsi risiko produksi bernilai positif (0,4322) artinya setiap penambahan benih sebesar 1 persen dapat meningkatkan risiko produksi padi sebesar 0,4322 persen. Hal ini disebabkan penggunaan benih dikalangan petani bukan merupakan benih bersertifikat sehingga memungkinkan risiko terserang hama penyakit tanaman lebih tinggi.
Jumlah penggunaan benih yang dianjurkan adalah 25-35 kg/Ha.